DI BALIK LAYAR MASTERA (MAJELIS SASTRA ASIA TENGGARA) 2016


Terpilihnya saya sebagai salah satu peserta Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) Novel 2016 bisa dibilang sebuah kejutan. Betapa tidak, saya baru tahu info kegiatan ini dua pekan sebelum acara. Padahal, salah satu syarat mengikuti program ini adalah mengirimkan naskah novel yang belum dipublikasikan untuk dikritisi para pembimbing.     

penutupan foto bersama

Berfoto bersama di acara penutupan. Para pembimbing, panitia dan peserta dari 3 negara

Nurbaiti, Jkt

Saya tidak tahu naskah seperti apa yang diharapkan panitia. Saya berselancar di internet untuk mencari ‘bocoran’ pembimbing serta kegiatan MASTERA sebelumnya. Nihil. Tak ada info berarti selain laman resmi MASTERA di Badan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tidak ada foto kegiatan yang membuat saya dapat menebak ‘dresscode’ peserta, siapa pengisi acaranya, dan lain-lain. Saya menebak mungkin karena MASTERA adalah kumpulan sastrawan “tingkat tinggi” yang mewakili negara. Saya masih jauh dari itu.

Awalnya saya bahkan tidak berniat ikut. Sepotong informasi persyaratan MASTERA via whatsapp pun sempat terhapus. Saya harus mencari-cari informasi lagi dari awal, mengirimkan e-mail ke panitia, bertanya apakah saya boleh mengirimkan naskah lain selain novel. Baru beberapa bulan lalu salah satu naskah traveling saya masuk final lomba tingkat nasional yang diadakan sebuah penerbit besar. Mungkin kalau saya boleh mengirimkan contoh tulisan dalam bentuk esai, saya akan punya kesempatan.

Jawaban dari panitia datang sehari kemudian. Intinya, karena tahun ini merupakan MASTERA Novel, maka naskah yang dikirim ke panitia untuk diseleksi harus berupa naskah novel.

Bisa ditebak apa yang terjadi kemudian. Saya ngebut menyelesaikan novel pendek dalam waktu dua minggu. Ini tentu bukan hal mudah mengingat saya juga bekerja dan ada beberapa hal yang harus saya selesaikan pada saat yang sama.

Rasanya di antara seluruh peserta, saya yang paling tidak siap. Tapi yah…, tidak ada salahnya mencoba.

Saya berpaling pada dua sahabat saya, Rahmat Romadon dan Maulinia. Memaksa mereka mengkritisi naskah yang saya tulis dengan terburu-buru, berdiskusi tentang ide, dan menerima masukan yang berharga.

Hari terakhir batas pengumpulan naskah. Setengah jam sebelum tanggal berganti, menjelang tengah malam saya menekan tombol enter di laptop, mengirimkan semua persyaratan via e-mail. Setelah itu tugas saya hanya berdoa.

bersama SGA

Bersama Seno Gumira Ajidarma

Karena saya tidak tahu kapan acara MASTERA akan diadakan, saya justru mendaftar acara berbeda. Acara sosial 71 pendaki wanita se-Indonesia untuk aksi bersih Gunung Ciremai selama 4 hari. Saya menginginkan pendakian itu. Saya bahkan memimpikannya. Saya menelepon, mendaftar di web, mengirim sms dan surat elektronik ke pihak penyelenggara, merasa kecewa karena kuotanya ternyata sudah terpenuhi.

Takdir saya ternyata bukan di gunung.

Belakangan saya sadar, acara pendakian itu diadakan pada tanggal yang sama dengan acara MASTERA.

Menjelang pengumuman, ponsel saya hilang. Tadinya saya kira tertinggal di suatu tempat. Saya baru mengurus nomer ponsel saya tiga hari setelah raib. Email dari panitia baru saya buka tanggal 4 agustus, malam hari. Konfirmasi terakhir keikutsertaan peserta seharusnya diterima panitia hari itu juga dengan mengirimkan surat yang terlampir dalam email. Pak Rochim, salah satu panitia bahkan mengirimi saya inbox via facebook. Saya juga menerima beberapa mention karena berhari-hari tidak dapat dihubungi.

Jumlah peserta dari Indonesia ternyata lebih banyak dari dugaan saya semula. Mungkin karena Thailand dan Singapura tidak mengirimkan utusan sama sekali. Beberapa orang panitia juga ternyata merangkap peserta. Total peserta 17 orang yang terdiri dari 12 orang dari Indonesia, 3 orang dari Brunei Darussalam dan 2 orang dari Malaysia.

Sesungguhnya ajang MASTERA agak terlalu ‘wah’ untuk saya. rata-rata peserta adalah orang muda berbakat dari berbagai wilayah. Beberapa di antaranya sudah mendapat berbagai penghargaan dalam bidang sastra tingkat nasional. Terus terang, saya merasa sedikit “salah tempat”. Apalagi begitu tahu nama-nama pembimbing dan pengisi acara ini. Ada Pak Ahmad Tohari, penulis buku legendaris ‘Ronggeng Dukuh Paruk’, Pak Triyanto Triwikromo, redaktur sastra harian umum Suara Merdeka dan dosen sastra Universitas Diponegoro, penyair dan novelis Agus R. Sarjono serta Abidah El- Khaileqy, penulis buku ‘Perempuan Berkalung Sorban’. Dari Malaysia ada DR. Kamariah Kamarudin sedangkan dari Brunei Darussalam ada Puan Norsiah Abdul Gapar. Tak lupa tamu istimewa yang mengisi ceramah umum, Seno Gumira Ajidarma.

Glek.

Saya ciut. Saya yang pemula berhadapan dengan “Para dewa”.

Yang paling menarik dari acara MASTERA Novel kali ini adalah diskusi kelompok. Satu kelompok terdiri dari 6 orang dengan 2 pembimbing. Ketika sesi berganti, para pembimbing ini bergantian membimbing kelompok berikutnya. Dengan cara ini, satu naskah peserta akan mendapat masukan dari 6 pembimbing yang berbeda. Ini belum termasuk masukan dari teman sekelompok. Sesi ini mengingatkan saya pada “Pembantaian Karya” di FLP Bandung dulu. Sebuah ajang latihan mental, kesiapan menerima masukan dan kerendahan hati untuk terus belajar. Tak ada yang keberatan jika naskahnya diobrak-abrik. Kalau perlu, ulang dari awal.

Tugas beratnya adalah menyelesaikan revisi naskah tersebut dalam waktu dua minggu untuk proses penerbitan oleh Badan Bahasa.

Foto bersama usai diskusi kelompok bersama bu Abidah.JPG

Bersama Bu Abidah, usai diskusi kelompok

Acara MASTERA tidak melulu serius. Sebaliknya, meskipun cukup berat, suasana keakraban terjalin intens antara peserta, pembimbing dan juga panitia. Tidak ada jarak formal yang memisahkan. Pembimbing dan panitia juga ikut bermain bersama dalam sesi manca krida atau outbond serta perjalanan ke kebun teh dan hiking singkat. Hanya para fotografer saja yang tidak ikut dalam permainan. Mereka sibuk memotret kami diam-diam. Selama tujuh hari “karantina”, bisa dibilang semuanya menyenangkan.

Salut untuk para panitia yang sigap membantu. Sejak kedatangan di wisma, penjemputan, selama acara hingga kepulangan peserta. Semua teratur dan terdokumentasi dengan baik. Saya merasa perlu berterima kasih pada semuanya meski hanya hapal beberapa nama. Ada Pak Achid, Pak Rohim, Bu Mimi, Pak Sobirin, Mbak Ipah, Mbak Dina, dan Deliar yang menjadi teman sekamar saya.

Salam takzim juga saya tentunya untuk para pembimbing. Pak Ahmad Tohari, Pak Triyanto, Pak Agus R. Sarjono, Bu Abidah, DR. Kamariah dan Puan Noorsiah. Saya bersyukur bisa mengikuti acara ini. Bertemu teman-teman dari berbagai wilayah dan bangsa. Aina dan Aini dari Malaysia yang sering saya panggil dengan Upin Ipin. (Mereka menyebut pembimbingnya Kak Ros :)). Siti Nurdahlia, Dayangku Norsafiah dan Rosdiah dari Brunei serta teman-teman peserta dari Indonesia, perwakilan Sumatra hingga Papua.

Tujuh hari kebersamaan dan sekarang saya sudah merindukan semuanya.

***

Keseruan Manca krida (out bond)

keseruan out bond 3 keseruan out bond keseruan out bond 5 keseruan out bond 6

keseruan out bond moment kebersamaan 3 meloncat yang tinggi keseruan outbond 2

tiga dara cantik dari Badan Bahasa

Moment kebersamaan

wajah-wajah senyum 3

wajah-wajah senyum

wajah=wajah senyum

wajah-wajah senyum

wajah-wajah senyum 2

moment kebersamaan 2

moment kebersamaan

moment kebersamaan sebelum perang air

sebelum perang air

siap basah

siap basah

moment kebersamaan

moment kebersamaan

bu abidah dan DR. kamariah

Bu Abidah dan DR. Kamariah

serunya outbond serunya outbond 2 serunya out bond serius

 

IMG_3556 mbak dina

foto bersama out bond

Tentang Nurbaiti-Hikaru

Hikaru adalah nama pena dari Nur Baiti, seorang penulis, trainer dan financial advisor. Ia lulus dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung jurusan Pendidikan Bahasa Jepang dan Financial Planning Standards Board Indonesia. Hikaru mulai menulis sejak SMP dan telah menghasilkan belasan buku termasuk novel, catatan perjalanan, naskah komik dan antologi. Karya-karyanya menjadi finalis dalam beberapa lomba menulis tingkat nasional. Ia juga salah satu peserta terpilih dalam workshop novel Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) tahun 2016. Dua novelnya dalam bahasa Inggris, ‘Spring in Wyoming’ dan ‘The Writer and The Detective’ serta catatan perjalanannya ke berbagai negara terbit dalam bentuk buku elektronik di Google Play Book dan Amazon Kindle. Hikaru juga berpengalaman sebagai tim penulis skenario lebih dari 500 episode serial televisi antara lain: Lenong Bocah Legenda (MNC TV), Aisyah (ANTEVE), Cinta Sebening Embun (RCTI), Kembalinya Raden Kian Santang (MNC TV), Kembang Padjajaran (MNC TV), Tutur Tinular New Version (MNC TV), dan lain-lain. Ia sempat aktif sebagai pengurus pusat Forum Lingkar Pena (FLP) dan LSM WISE. Ia juga bergabung di komunitas Muslim Traveler, Komunitas Panahan Barebow Indonesia dan Kushin Ryu Karate-do Indonesia. Di sela-sela pekerjaannya, Hikaru tetap menyempatkan diri melakukan hobinya bertualang ke berbagai tempat, berlatih bela diri dan memanah. Kontak dengan penulis via Instagram di @Nurbaiti_Hikaru.
Pos ini dipublikasikan di CATATAN KECIL, INFO, KEPENULISAN dan tag , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

6 Balasan ke DI BALIK LAYAR MASTERA (MAJELIS SASTRA ASIA TENGGARA) 2016

  1. penapasifik berkata:

    saya baru tau kalau ada Majelis Sastra Asia Tenggara
    aduhh ketinggalan

    Suka

  2. ada ya MajelIS Sastra AsiaTenggara… Thanks artikelnya bu….
    Manfaatkan pola bahasa pikiran Anda untuk mencapai kesuksesan klik http://www.bahasapikiran.com/

    Suka

  3. ARIS berkata:

    Aslmkm mbak… mbak bisa mnta nmor HP atau FB nya mbak.. saya rncana mau ikut mastera tahun 2017 ini. Disana ada mengisi formulir syaratnya.. tp formulirnya nggak ada.. mgon pencerahannya mbak

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar